HAKIKAT, INSTRUMENTASI, DAN PRAKSIS DEMOKRASI INDONESIA BERLANDASKAN PANCASILA DAN UUD 1945
MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Hakikat, instrumentasi,
dan praksis demokrasi indonesia berlandasan pancasila dan UUD NRI 1945
Disusun
oleh:
ALI MIR’WAN
310118012626
310118012626
Dosen:
BudiSusarianto,S.Sos,M.A.P
BudiSusarianto,S.Sos,M.A.P
JURUSAN
SISTEM INFORMASI
STIMIK
BANJARBARU
Kata Pengantar
Alhamdulillah
puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT
yang masih memberikan nafas
kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pembuatan makalah ini dengan
judul “Hakikat, instrumentasi, dan praksis demokrasi indonesia berlandasan
pancasila dan UUD NRI 1945”.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas
tentang pengertian hakikat, instrumentasi dan praksis demokrasi indonesia.
Akhir
kata kami sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
kami berharap semoga makalh ini bermanfaat bagi diri kami sendiri dan khususnya
pembaca pada umumnya.
Tak
ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan
dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan
pada waktu mendatang.
Daftar Isi
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
1.2.Rumusan masalah
1.3.Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Konsep dan Urgensi
Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila
2.2.Alasan Diperlukan
Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila
2.3. Sumber Historis,
Sosiologis, dan Politik Tentang Demokrasi
2.4. Argumen Tentang
Dinamika dan Tantangan Demokrasi yang Bersumber dari Pacasila
2.5.Deskripsi Esensi dan
Urgensi Demokrasi Pancasila
2.6.Studi Kasus
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Prof. Mr.
Muhamad Yamin mengemukakan bahwa demokrasi merupakan suatu dasar dalam
pembentukan pemerintahan dan yang ada didalamnya (masyarakat) dalam kekuasaan
mengatur dan memerintah dikendalikan secara sah oleh seluruh anggota
masyarakat.
Kita mengenal bermacam-macam istilah
demokrasi. Ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer,
Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, Demokrasi Soviet,
demokrasi nasional, dan sebagainya. Semua konsep ini memakai istilah demokrasi
yang menurut asal kata ‘rakyat berkuasa’ atau government by the people
(kata Yunani demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti
kekuasaan/berkuasa).[1]
Setiap warga negara mendambakan
pemerintahan demokratis yang menjamin tegaknya kedaulatan rakyat. Hasrat ini
dilandasi pemikiran bahwa adanya peluang bagi tumbuhnya prinsip menghargai
keberadaan individu untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara secara
maksimal.
Setiap negara mempunyai ciri khas
dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasinya. Hal ini ditentukan
oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, serta
tujuan yang ingin dicapainya. Dengan demikian pada setiap negara terdapat corak
khas yang tercermin pada pola sikap, keyakinan dan perasaan tertentu yang
mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku dan proses berdemokrasi
dalam suatu sistem politik.[2]
Begitu pula dengan Indonesia,
Indonesia memiliki landasan atau acuan tersendiri dalam proses demokrasi nya,
yaitu Pancasila dan UUD 1945. Penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan
Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD
1945 sebagai “staatsyfundamentalnorm” yaitu “...Suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...” (ayat 2), selanjutnya didalam
Romawi III dijelaskan “Kedaulatan Rakyat...” [3]
Pancasila bukan hanya suatu daftar
nilai tradisional. Melainkan Pancasila memuat lima unsur
etika
pasca-tradisional sedunia yang paling fundamental: kebebasan beragama; hormat
tanpa kompromi terhadap hak-hak asasi manusia; kebangsaan yang mempersatukan
dalam sinergi pembangunan; semangat kerakyatan yang tak lain adalah demokrasi;
serta keadilan sosial. Hal inilah yang menjadi corak khas dalam pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila.[4]
1.2.Rumusan masalah
1.
Bagaimana
konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
2.
Mengapa
diperlukan demokrasi yang bersumber dari Pancasila?
3.
Bagaimana
sumber historis, sosiologis, dan politik tentang demokrasi?
4.
Bagaimana
membangun argumen tentang dinamika dan tantangan demokrasi yang bersumber dari
Pacasila?
5.
Bagaimana
deskripsi esensi dan urgensi demokrasi Pancasila?
6.
Bagaimana
studi kasus mengenai Demokrasi Pancasila di Indonesia?
1.3.Tujuan
1.
Pembaca
memahami konsep dan urgensi demokrasi yang bersumber dari Pancasila
2.
Pembaca
memahami perlunya demokrasi yang bersumber dari Pancasila
3.
Pembaca
memahami sumber historis, sosiologis, dan politik tentang demokrasi
4.
Pembaca
memahami argumen tentang dinamika dan tantangan demokrasi yang bersumber dari
Pacasila
5.
Pembaca
memahami deskripsi esensi dan urgensi Demokrasi Pancasila
6.
Pembaca
mengetahui bagaimana studi kasus Demokrasi Pancasila di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Konsep dan Urgensi Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila
1.
Pengertian
Demokrasi
Secara
etimologis demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “demos” dan
”kratein”. Dalam “The Advanced Learne’s Dictionary of Current
English” (Hornby dkk, 1998) dikemukakan bahwa kata demokrasi merujuk pada
konsep kehidupan negara atau masyarakat dimana warga negara dewasa turut
berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih.
Karena “people”
yang menjadi pusatnya, demokrasi oleh Pabottinggi (2002) disikapi sebagai
pemerintahan yang memiliki otosentrisitas yakni rakyatlah (people) yang
harus menjadi kriteria dasar demokrasi.
Sementara
itu CICED (1999) mengadopsi konsep demokrasi sebagai berikut :
“Democracy
which is conceptually perceived a frame of thought of having the public
governance from the people, by the people, has been universally accepted as
paramount ideal, norm, social system, as well as individual knowledge,
attitudes, and behavior needed to be contextually substantiated, cherished, and
developed”.
Apa yang
dikemukakan oleh CICED (1999) tersebut melihat demokrasi sebagai konsep yang
bersifat multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma,
dan prinsip; secara sosiologis sebagai system social; dan secara psikologis
sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu dalam hidup bermasyarakat.
Sebagai
suatu sistem sosial kenegaraan, USIS (1995) mengintisarikan demokrasi sebagai
sistem memliki sebelas pilar atau soko guru, yakni “Kedaulatan Rakyat,
Pemerintahan Berdasarkan Persetujuan dari yang Diperintah, Kekuasaan Mayoritas,
Hak-hak Minoritas, Jaminan Hak-hak Asasi Manusia, Pemilihan yang Bebas dan
Jujur, Persamaan di depan Hukum, Proses Hukum yang Wajar, Pembatasan
Pemerintahan secara Konstitusional, Pluralisme Sosial, Ekonomi dan Politik, dan
Nilai-nilai Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama dan Mufakat.”
Di lain
pihak Sanusi (2006) mengidentifikasikan adanya seupuluh pilar demokrasi
konstitusional menurut UUD 1945, yakin: “Demokrasi yang Ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa, Demokrasi dengan Kecerdasan, Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat,
Demokrasi dengan “Rule of Law”, Demokrasi dengan Pembagian Kekuasaan
Negara, Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia, Demokrasi dengan Pengadilan yang
Merdeka, Demokrasi dengan Otonomi Daerah, Demokrasi dengan Kemakmuran, dan
Demokrasi yang Berkeadilan Sosial.”
2.
Tiga Tradisi
Pemikiran Politik Demokrasi
Secara
konseptual, seperti yang dikemukakan oleh Carlos Alberto Torres (1998)
demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik, yakni “classical
Aristotelian theory, medieval theory, contemporary doctrine”. Dalam tradisi
pemikirian Aristotelian demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan,
yakni pemerintahan oleh seluruh warga negaranya yang memenuhi syarat
kewarganegaraan. Sementara itu dalam tradisi “medieval theory” yang pada
dasarnya menerapkan “Roman law” dan konsep “popular souvereignity”
menempatkan suatu landasan pelaksanaan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat.
Sedangkan dalam “contemporary doctrine of democracy”, konsep “republican”
dipandang sebagai bentuk pemerintahan rakyat yang murni.
Lebih
lanjut, Torres (1998) memandang demokrasi dapat ditinjau dari dua aspek yakni, “formal
democracy” dan “substantive democracy”. Formal democracy
menunjuk pada demokrasi dalam arti pemerintahan. Substantive democracy
menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan. Proses itu dapat
diindentifikasi dalam empat bentuk demokrasi. Pertama, konsep “protective
democracy” yang menunjuk pada perumusan Jeremy Bentham dan James Mill
ditandai oleh “… the hegemony of market economy”, atau kekuasaan ekonomi
pasar. Kedua, “developmental democracy” yang ditandai oleh konsepsi “…
the model of man as possessive individualist” atau model manusia sebagai
individu yang posesif. Ketiga, “equilibrium democracy” atau “pluralist
democracy” yang dikembangkan oleh Joseph Schumpeter yang berpandangan
perlunya penyeimbangan nilai partisipasi dan pentingnya apatisme. Keempat, “participatory
democracy” yang diteorikan oleh C.B Machperson yang dibangun dari pemikiran
paradoks dari JJ. Rousseau yang menyatakan bahwa kita tidak dapat
mencapai partisipasi yang demokratis tanpa perubahan lebih dulu dalam
ketakseimbangan sosial dan kesadaran sosial. Seperti dikutip dari pandangan Mansbridge
dalam “Participation and Democratic Theory” (Torres,1998) dikatakan
bahwa fungsi utama dati partisipasi dalam pandangan teori demokrasi
partisipatif adalah bersifat edukatif dalam arti yang sangat luas. Hal itu
dinilai sngat penting karena seperti diyakini oleh Pateman dalam Torres (1998)
bahwa pengalaman dalam partisipasi demokrasi akan mampu mengembangkan dan
memantapkan kepribadian yang demokratis. Oleh karena itu, peranan Negara
demokratis harus dilihat dari dua sisi (Torres, 1998;149) yakni demokrasi
sebagai “method and content”.
3.
Pemikiran
Tentang Demokrasi Indonesia
Miriam
Budiardjo menyebutkan di dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik (2008), bahwa
demokrasi yang dianut Indonesia adalah yang berdasarkan Pancasila yang masih
terus berkembang dan sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran dan
pandangan.
Menurut
Hatta ada tiga sumber pokok demokrasi yang mengakar di Indonesia. Pertama,
sosialisme Barat yang membela prinsip-prinsip kemanusiaan yang sekaligus
dipandang sebagai tujuan demokrasi. Kedua, ajaran Islam memerintahkan kebenaran
dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola hidup dalam bentuk
kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah Indonesia.[5]
4.
Pentingnya
Demokrasi sebagai Sistem Politik Kenegaraan Modern
Demokrasi di
mata pemikir Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles bukanlah bentuk
pemerintahan yang ideal. Demokrasi kuno itu selanjutnya tenggelam oleh
kemunculan pemerintahan model Kekaisaran Romawi dan tumbuhnya negara-negara
kerajaan di Eropa sampai abad ke-17.
Namun
demikian pada akhir abad ke-17 lahirlah demokrasi “modern” yang disemai
oleh para pemikir Barat seperti Thomas Hobbes, Montesquieu, dan JJ. Rousseau,
bersamaan dengan munculnya konsep Negara-bangsa di Eropa.
Perkembangan
demokrasi semakin pesat dan diterima semua bangsa terlebih sesudah Perang Dunia
II. Dengan demikiran, sampai saat ini demokrasi diyakini dan diterima sebagai
sistem politik yang baik guna mencapai kesejahteraan bangsa. Hampir semua
negara modern menginginkan dirinya dicap sebagai negara demokrasi. Sebaliknya
akan menghindar dari julukan sebagai Negara yang “undemocracy”.
2.2.Alasan Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila
Hingga saat ini kita masih
menyaksikan sejumlah persoalan tentang kelemahan praktik demokrasi di Negara
kita. Beberapa masalah tersebut yang sempat muncul diberbagai media jejaring
sosial adalah:
1.
Buruknya
kinerja lembaga perwakilan dan partai politik
2.
Krisis
partisipasi politik rakyat
3.
Munculnya
penguasa di dalam demokrasi
4.
Demokrasi
saat ini membuang kedaulatan rakyat.
Terjadinya krisis partisipasi rakyat
disebabkan karena tidak adanya peluang untuk berpartisipasi atau karena
terbatasnya kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Secara lebih spesifik
penyebab rendahnya partisipasi politik itu adalah:
a.
Pendidikan
yang rendah sehingga menyebabkan rakyat kurang aktif dalam melaksanakan
partisipasi politik
b.
Tingkat
ekonomi rakyat yang rendah
c.
Partisipasi
politik rakyat kurang mendapat tempat oleh pemerintah.
Munculnya penguasa didalam demokrasi
ditandai oleh menjamurnya “dinasti politik” yang menguasai segala segi
kehidupan masyarakat: pemerintahan, lembaga perwakilan, bisnis, peradilan, dan
sebagainya oleh satu keluarga atau kroni. Adapun perihal demokrasi membuang
kedaulatam rakyat terjadi akibat adanya kenyataan yang memperihatinkan bahwa
setelah tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” ternyata bukan demokrasi yang
kita peroleh melainkan oligarki dimana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil
elit, sementara sebagian rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan
(wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).
Atas dasar kenyataan demikian tentu
muncul sejumlah pertanyaan dibenak kita. Misalnya :
1.
Mengapa
kekuasaan politik formal dikuasai oleh sekelompok orang partai yang melalui
pemilu berhak “menguras” suara rakyat untuk memperoleh kursi di parlemen?
2.
Mengapa
dapat terjadi suatu kondisi dimana melalui parlemen kelompok elit dapat
mengatas namakan suara rakyat untuk melaksanakan agenda politik mereka sendiri
yang sering kali berbeda dengan kepentingan nyata masyarakat?
3.
Mengapa
pihak-pihak yang memiliki kekuasaan kharismatik yang berakar dari tradisi,
maupun agama yang terdapat pada beberapa orang yang mampu menggerakkan
loyalitas dan emosi rakyat yang bila perlu menjadi tumbal untuk tujuan yang
bagi mereka sendiri tidak jelas masih hidup pada era demokrasi dewasa ini?
4.
Mengapa
sekelompok elit daerah dapat memiliki wewenang formal maupun informal yang
digunakan untuk mengatasnamakan aspirasi daerah demi kepentingan mereka
sendiri.
2.3. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Demokrasi
1.
Sumber Nilai
yang Berasal dari Demokrasi Desa
Mengenai
adanya anasir demokrasi dalam tradisi desa kita akan meminjam dua macam
analisis berikut:
1.1.Paham
kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh sejak lama di Nusantara. Di alam
Minangkabau misalnya, Raja sejati di dalam kultur Minangkabau ada pada alur
(logika) dan patut (keadilan). Alur dan patutlah yang menjadi pemutus terakhir
sehingga keputusan seorang Raja akan ditolak apabila bertentangan dengan akal
sehat dan prinsip-prinsip keadilan (Malaka,2005).
1.2.Tradisi
demokrasi asli Nusantara tetap bertahan sekalipun dibawah kekuaaan feodalisme
raja-raja Nusantara karena di banyak tempat di Nusantara, tanah sebagai faktor
produksi yang penting tidaklah dikuasai oleh raja melainkan dimiliki bersama
oleh masyarakat desa.
2.
Sumber Nilai
yang Berasal dari Islam
Inti dari
keyakinan Islam adalah pengakuan pada Ketuhanan Yang maha Esa. Konsekuensinya,
semua bentuk pengaturan hidup dengan menciptakan kekuasaan mutlak pada semasa
manusia merupakan hal yang tidak adil dan tidak beradap. Kelanjutan logis dari
prinsip Tauhid adalah paham persamaan manusia di hadapan Tuhan, yang melarang
adanya perendahan martabat dan pemaksaan kehendak antar sesama manusia.
Bahkan seorang utusan Tuhan tidak berhak melakukan pemaksaan itu. Dalam
perkembangannya, Hatta juga memandang stimulasi Islam sebagai salah satu sumber
yang menghidupkan cita-cita demokrasi sosial di kalbu para pemimpin pergerakan
kabangsaan.
3.
Sumber Nilai
yang Berasal dari Barat
Pusat
pertumbuhan demokrasi terpenting di Yunani adalah kota Athena, yang sering
dirujuk sebagai contoh pelaksanaan Demokrasi Partisipatif dalam negara-negara
abad ke-5 SM. Selanjutnya muncul pula praktik pemerintahan sejenis Romawi,
tepatnya di kota Roma (Italia). Yakni sistem pemerintahan Republik. Model
pemerintahan demokratis model Athena dan Roma ini kemudian menyebar ke kota
lain di sekitarnya, seperti Florence dan Veniece.
Kehadiran
Kolonialisme Eropa, khususnya Belanda, di Indonesia membawa dua sisi dari koin
peradaban Barat: Sisi Represi imprealisme-kapitalisme dan sisi
humanisme-demokrasi.
Sumber
inspirasi dari anasir demokrasi desa, ajaran Islam, sosiologi demokrasi barat,
memberikan landasan persatuan dan keragaman. Segala keragaman ideologi-politik
yang dikembangkan, yang bercorak keagamaan maupun sekuler. Semuanya memiliki
titik temu dalam gagasan-gagasan demokrasi sosialitik (kekeluargan) dan secara
umum menolak individualisme.
2.4. Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Demokrasi yang Bersumber dari Pacasila
Kita dapat melihat postur demokrasi
secara normatif pada konstitusi negara kita. Indonesia mengalami perubahan
konstitusi dimulai sejak berlakunya UUD 1945(I), Konstitusi RIS 1949, UUDS1950,
Kembali ke UUD 1945(II) dan akhirnya kita telah berhasil mengamandemen UUD 1945
sebanyak empat kali. Untuk melihat demokrasi pada saat sekarang ini kita dapat
melihat dari fungsi dan peran lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat
menurut UUD NRI Tahun 1945, MPR, DPR dan DPD.
Untuk memahami dinamika dan
tantangan demokrasi di Indonesia, kita dapat membandingkan aturan dasar dalam
naskah asli UUD 1945 dan bagaimana perubahannya berkaitan dengan MPR, DPR, dan
DPD (Asshiddiqie dkk, 2008).
1.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
·
Sebelum UUD
1945 diamandemen MPR merupakan lembaga tertinggi negara.
·
Setelah UUD
1945 diamandemen MPR bukan lagi merupakan lembaga tertinggi negara, tetapi sama
halnya dengan lembaga negara lainnya.
·
Kedudukan
MPR berubah dari sistem vertikal hierarkis dengn prinsip supremasi MPR menjadi
sistem yang horizontal fundamental dengan prinsip checks and balances
(saling mengawasi dan mengimbangi) antar lembaga negara.
·
Setelah UUD
1945 diamandemen MPR tidak lagi berwenang menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN)
·
Kewenangan
baru MPR ialah melantik Presiden dan Wakil presiden (Pasal 3 ayat 2 UUD 1945).
Serta memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya (Pasal
3 ayat 3 UUD 1945).
·
MPR bisa
mengisi lowongan jabatan presiden dan wakil presiden secara bersama-sama atau
bilamana wakil presiden berhalangan tetap Pasal 8 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945.
2.
Dewan
Perwakilan Rakyat
·
Setelah UUD
1945 diamandemen yang berubah ialah anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum
·
DPR memegang
kekuasaan untuk membentuk Undang-undang
·
Dalam UUD
1945 yang telah diamandemen, Presiden turut andil dalam mengesahkan rancangan
undang-undang yang telah disepakati bersama Pasal 20 ayat 4.
·
Kemudian
perubahan UUD 1945 setelah amandemen ialah apabila rancangan undang-undang yang
telah disepakati bersama tidak mendapat persetujuan dari presiden selama dalam
waktu 30 hari setelah perancangan maka rancangan undang-unang tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Pasal 20 ayat 5
·
Berdasarkan
pasal 20 A ayat 1 funsi DPR itu ada tiga yaitu fumgsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan.
·
Berdasarkan
Pasal 20 A ayat 2 DPR mempunyai hak yaitu, hak interplasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.
3.
Dewan
Perwakilan Daerah
·
Anggota DPD
dipilih melalui pemilihan umum disetiap provinsi
·
DPD dapat
mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR yang menyangkut tentang otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
·
DPD ikut
mebahas rancangan Undang-Undang yang berkitan dengan daerah. Serta memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang.
·
DPD dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.
Demikianlah dinamika yang terjadi
dengan lembaga permusyawaratan dan perwakilan di negara kita yang secara
langsung mempengaruhi kehidupan demokrasi. Dinamika ini tentu saja kita
harapkan dapat membuat semakin sehat dan dinamisnya Demokrasi Pancasila yang
tengah melakukan konsolidasi menuju demokrasi yang matang.
2.5.Deskripsi Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila
1.
Kehidupan
Demokratis yang Bagaimana yang kita Kembangkan?
Sebagai
demokrasi yang berakar pada budaya bangsa, kehidupan demokratis yang kita
kembangkan harus mengacu pada landasan idiil Pancasila dan landasan
konstitusional UUD 1945. Berikut ini di ketengahkan “Sepuluh Pilar Demokrasi
Pancasila” yang dipesankan oleh para pembentuk negara RI, sebagaimana
diletakkan dalam UUD 1945 (Sanusi 1998).
Tabel 1
No.
|
Pilar Demokrasi
Pancasila
|
Maksud
Esensinya
|
1.
|
Demokrasi
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
|
Seluk-beluk
sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas,
konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan
Yang Maha Esa
|
2.
|
Demokrasi
dengan Kecerdasan
|
Mengatur
dan menyelenggarakan demokrasi menurut UUD 1945 itu bukan dengan kekuatan
naluri, kekuatan otot atau kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi
itu justru lebih menuntut kecerdasan rohaniah, kecerdasaan aqliyah,
kecerdasan rasional dan kecerdasan emosional
|
3.
|
Demokrasi
yang Berkedaulatan Rakyat
|
Kekuasaan
tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang
memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan
rakyat itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR(DPR/DPD) dan DPRD
|
4.
|
Demokrasi
dengan Rule of Law
|
·
Kekuasaan
negara RI itu harus mengandung, melindungi serta mengembangkan kebenaran
hukum (legal truth) bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan
atau demokrasi manipulatif
·
Kekuasaan
negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi
yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura
·
Kekuasaan
negara itu menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi
yang membiarkan kesemrawutan dan anarki
· Kekuasaan negara itu mengembangkan
manfaat atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan
pembangunan, bukan demokrasi yang justru memopulerkan fitnah dan hujatan atau
menciptakan perpecahan, permusuhan dan kerusakan
|
5.
|
Demokrasi
dengan Pembagian Kekuasaan
|
Demokrasi
menurut UUD 1945 bukan saja mengakui kekuasaan RI yang tidak terbatas secara
hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pembagian kekuasaan
negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab. Jadi
demokrasi menurut UUD 1945 mengenal semacam division and separatation of
power, dengan sistem check and balance
|
6.
|
Demokrasi
dengan Hak Asasi Manusia
|
Demokrasi
menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja
menghormati hak-hak asasi tersebut, melainkan terlebih-lebih untuk
meningkatkan martabat dan derajat manusia seutuhnya
|
7.
|
Demokrasi
dengan Pengadilan yang Merdeka
|
Demokrasi
menurut UUD 1945 menghendaki diberlakukannya sistem peradilan yang merdeka
(independen) yang memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang
berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya . Di
muka pengadilan yang merdeka, penggugat dengan pengacaranya, penuntuk umum
dan terdakwa dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan
konsideransi, dalil-dalil,fakta-fakta, saksi, alat, pembuktian dan petitumnya
|
8.
|
Demokrasi
dengan Otonomi Daerah
|
Otonomi
daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan
legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan
atas kekuasaan presiden. UUD 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya
daerah-daerah otonom besar dan kecil, yang ditafsirkan daerah otonom I dan
II. Dengan Peraturan Pemerintah daerah-daerah otonom itu dibangun dan
disiapkan untuk siap mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan
sebagai urusan rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat
kepadanya.
|
9.
|
Demokrasi
dengan Kemakmuran
|
Demokrasi
itu bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan
tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau
pembagian kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi
daerah dan keadilan hukum. Sebab bersamaan itu semua, jika dipertanyakan “where
is the beef?”, demokrasi menurut UUD 1945 itu ternyata ditujukan untuk
membangun negara kemakmuran oleh dan untuk sebesar-besarnya rakyat Indonesia
|
10.
|
Demokrasi
yang Berkeadilan
|
Sosial,
Demokrasi menurut UUD 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai
kelompok, golongan dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan,
kelompok, satuan atau organisasi yang menjadi anak emas, yang diberi berbagai
keistimewaan atau hak-hak khusus
|
2. Mengapa Kehidupan yang Demokrasi Itu
Penting?
2.1.Partisipasi dalam Pembuatan
Keputusan
Dalam negara yang menganut sistem
pemerintahan demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan
pemerintahan dijalankan berdasarkan kehendak rakyat. Sebagai contoh ketika
masyrakat kota tertentu resah dengan semakin tercemarnya udara oleh asap rokok
yang berasal dari para perokok, maka pemerintah kota mengeluarkan peraturan
daerah tentang larangan merokok di tempat umum.
2.2.Persamaan Kedudukan di Depan
Hukum
Seiring dengan adanya tuntutan agar
pemerintah harus berjalan dengan baik dan dapat mengayomi rakyat dibutuhkan
adanya hukum. Hukum itu mengatur bagaimana seharusnya penguasa bertindak,
bagaimana hak dan kewajiban dari penguasa dan juga rakyatnya. Artinya, hukum
harus dijalankan dengan adil dan tidak pandang bulu. Untuk menciptakan hal itu
harus ditunjang dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan bijaksana.
2.3.Distribusi Pendapatan Secara
Adil
Dalam negara demokrasi, semua bidang
dijalankan dengan berdasarkan prinsip keadilan bersama dan tidak berat sebelah,
termasuk di dalam bidang ekonomi. Semua warga negara berhak memperoleh
pendapatan yang layak.
Dari uraian di atas dapat dipahami
bahwa kehidupan demokratis penting dikembangkan dalam berbagai kehidupan,
karena seandainya kehidupan demokratis tidak terlaksana, maka asas kedaulatan
rakyat tidak berjalan, tidak ada jaminan HAM, tidak ada persamaan di depan
hukum.
3. Bagaimana Penerapan Demokrasi dalam
Pemilihan Pemimpin Politik dan Pejabat Negara?
Pemilihan pemimpin merupakan wujud
partisipasi politik. Partisipasi politik adalah
kegiatan kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak
langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.[6]
Seorang pemimpin memang harus yang
memiliki kemampuan memadai sehingga ia mampu melindungi dan mengayomi rakyatnya
dengan baik. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Berdasarkan sistem demokrasi yang kita anut, seorang pemimpin itu
harus beriman dan bertaqwa, bermoral, berilmu, terampil, dan demokratis
2.6.Studi Kasus
Studi kasus mengenai Demokrasi Pancasila di Indonesia
dapat kita lihat dari kasus “Terkekangnya Media Pers Saat Era Orde Baru”.
Ketika Orde Lama runtuh dan kemudian memasuki Era Orde Baru para media pers
mendapat tekanan yang begitu keras dari pemerintah dan mulai terkekang
pergerakannya. Pers dilarang untuk memberitakan berita miring seputar
pemerintahan. Jika ada yang berani memberikan kiritikan kepada pemerintahan
saat itu dan kemudian mempublikasikannya maka akan ada ancaman keras yang akan
diperoleh oleh penerbit.
Selain itu, pemerintah didukung dengan adanya siaran
televisi yang dikuasainya, yaitu TVRI, dan ditambah lagi pemerintah dengan
berbagai peraturannya memberendel berbagai media cetak yang tidak sejalan
dengan pemerintahan. Bentuk lain dari pengekangan pers saat itu ialah
munculnya SIUPP (Surat Izin Untuk Penerbitan Pers). Demikianlah ketatnya masa
orde baru terhadap pers, sehingga peranan Pers sebagai transmisi informasi dan
katalisator bagi perubahan politik sosial tidak dapat berjalan baik. Hal ini
tentunya sangat tidak sesuai dengan Demokrasi Pancasila yang mengusung
kebebasan berpendapat.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berdasar
Pancasila dan UUD 1945. Demokrasi Pancsila dalam arti luas adalah kedaulatan
atau kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat yang dalam penyelenggaraannya
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan dijalankan sesuai rumusan nilai dan
norma dalam UUD 1945. Praktik yang berjalan juga harus sesuai dengan dinamika
perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia. Sekalipun telah terumus dengan
baik, namun dalam kenyataannya praktik Demokrasi Pancasila mengalami pasang
surut. Oleh karena itu, perjuangan untuk menuju Indonesia menjadi lebih baik
turut menjadi tanggung jawab bersama melalui peran kita dalam mempertahankan
Demokrasi Pancasila sebagai ciri khas yang dimiliki Indonesia.
3.2.Saran
1. Otoritas tertinggi dalam sebuah
negara yaitu pemerintah, hendaknya mengetahui dan memahami dengan jelas hakikat
dan makna dari Pancasila itu sendiri serta berupaya mewujudkannya dalam
mengayomi dan menyejahterakan rakyatnya
2. Masyarakat juga hendaknya memahami
betul makna Demokrasi Pancasila sehingga dapat menjadi pedoman dan kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga mampu untuk bisa lebih pro-aktif demi
Indonesia yang lebih baik kedepan
3. Mahasiswa sebagai akademisi hendaknya
mampu menciptakan dan mengawal proses berbangsa dan bernegara berdasarkan
cita-cita dari Pancasila itu sendiri, sehingga tercipta bangsa yang beradab dan
memiliki potensi masa depan yang cerah dan tidak mudah terprovokasi untuk
merusak tatanan pancasila itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Budiarjo
Miriam. (1981). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia.
Kaelan dan
Achmad Zubaidi. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
PARADIGMA.
Maarif Ahmad
Syafii. (1996). Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965). Jakarta: Gema Insani Press.
Priyono AE dan Usman Hamid. (2014). Merancang Arah Baru Demokrasi. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
RISTEKDIKTI.
(2016). Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta:Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan
Tinggi.
Halaman Web
http://www.kompasiana.com/hildasaadatinis/terkekangnya-media-pers-saat-era-orde-baru_55283e5d6ea834031d8b4590
[2] RISTEKDIKTI, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan
Perguruan Tinggi) h. 145
[3] Prof. Dr.
H. Kaelan, M.S dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si, Pendidikan Kewarganegaraan,
(Yogyakarta: PARADIGMA, 2007) hlm. 70
[4] AE Priyono
dan Usman Hamid, Merancang Arah Baru Demokrasi, (Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 2014) h.143
[5] Dr. Maarif
Ahmad Syafii, Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996) h. 197
Arigatou goazaimas
BalasHapusCasino in Downtown Phoenix - MapYRO
BalasHapusCasino in Downtown Phoenix. 보령 출장마사지 Directions. 777 양주 출장마사지 Casino 천안 출장샵 Dr. Downtown Phoenix, AZ 85271. (480) 357-7877. Casino. 군포 출장샵 Goto. Map icon. 777 Casino Dr. 제주 출장샵 Downtown Phoenix.